Poros Rawamangun Soroti “Jakarta Tenggelam”, Perlu Badan Regulasi Air

0
219

Poros Rawamangun Soroti “Jakarta Tenggelam”, Perlu Badan Regulasi Air

 

PRIBUMINEWSCO.ID – Krisis air tanah yang mendera kota Jakarta dalam beberapa tahun terakhir telah memicu sejumlah persoalan yang kian mengkhawatirkan, salah satu dampak besarnya adalah penurunan air tanah yang membuat beberapa wilayah Jakarta tenggelam dan mengakibatkan kurangnya pasokan air bersih bagi warga Jakarta. Hal ini menjadi sorotan tajam Poros Rawamangun.

“Kita ketahui problem pengadaan air bersih di Jakarta sangat membutuhkan konsentrasi penting agar kebutuhan air bersih di Jakarta dapat terpenuhi,” kata Rudy Darmawanto, Ketua Poros Rawamangun dalam acara Diskusi Publik yang menyoal Lingkungan Hidup Jakarta dengan tema “Jakarta Tenggelam Krisis Air Tanah” yang digelar Poros Rawamangun di Gedung Pemuda Rawamangun, Jakarta Timur Rabu, (12/06/2024).

Rudy kemudian mengulas temuan, banyaknya penggunaan air tanah di sejumlah kawasan rumah susun Jakarta yang menggunakan air dengan komposisi 30 persen menggunakan PDAM dan 70 persen menggunakan air tanah.

Menurut Rudy, di tengah krisis air Jakarta, penggunaan air tanah sudah seharusnya dibatasi dan diawasi dengan ketat oleh pemerintah.

“Harusnya ada pengawasan ketat yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi penggunaan air tanah di Jakarta,” kata Rudy. Sebab, menurutnya, jika penggunaan air tanah tidak diawasi dan dibatasi dengan ketat, maka penurunan muka air tanah makin tinggi dan dapat dipastikan Jakarta akan cepat tenggelam.

Untuk itu, Rudy pun meminta para peserta diskusi yang notabene merupakan aktivis organisasi kepemudaan, dapat bertindak kritis dan concern terhadap persoalan ini.

Sementara itu, Syahrul, Direktur Operasional Perumda Pam Jaya mengungkap beberapa kendala yang dialami perusahaannya karena masih belum dapat memenuhi pasokan air minum bagi warga Jakarta. Ia menjelaskan, selisih kekurangan bagi kebutuhan air bersih warga Jakarta mencapa 11 ribu liter perdetik dari tingkat kebutuhan pasokan air yang mencapai 31 ribu liter perdetik.

Tingginya selisih kekurangan itu salah satunya karena Pam Jaya baru dapat mengoptimalkan air bersih dari 2 sungai di Jakarta, yakni Sungai Ciliwung dan Sungai Pesangrahan. Sementara pengelolaan sungai Krukut baru tahun ini dikelola oleh Perumda Pam Jaya.

Selain itu, dalam hal jangkauan pengelolaan air bersih, saat ini Pam Jaya baru memiliki jaringan perpipaan air bersih yang menjangkau sebanyak 65 persen warga. Masih kekurangan 35 persen dari total kebutuhan.

“Kami tidak dapat asal mengelola air dari sungai-sungai di Jakarta sebab dipengaruhi langsung oleh ketahanan air di sungai-sungai tersebut,” kata Syahrul.

Sementara, keprihatinan mendalam dilontarkan Pengamat Jakarta, Budi Siswanto yang mengupas tingginya penggunaan air tanah untuk kebutuhan Gedung-gedung pecakar langit di Jakarta. Lemahnya pengawasan menjadi sorotan tajam.

“Ada sekitar 3 ribu sampai 4 ribu gedung-gedung tinggi di Jakarta, namun sayangnya hanya sekitar 200 gedung yang memiliki izin pengelolaan air bersih,” terangnya.

Untuk itu dibutuhkan pengawasan mendalam soal izin pengelolaan air bersih agar tidak menimbulkan masalah di tengah krisis air akibat menurunnya permukaan tanah.

Hal senada diungkapkan oleh Pengamat Lingkungan, Ferly Sahadat. Ia mengupas tidak adanya Badan Regulasi Air yang dibutuhkan warga Jakarta di tengah krisis penggunaan air tanpa izin.

Diketahui, problem yang menghantui Jakarta bertambah selain krisis air bersih juga menghadapi penurunan muka tanah. Dari hasil pemantauan muka tanah (amblasan tanah) dengan melakukan pengukuran secara visual dan pengukuran menggunakan alat geodetic, ditemukan bahwa secara umum laju penurunan tanah di wilayah Jakarta berkisar antara 0 – 18,2 cm/tahun dengan lokasi yang memiliki laju penurunan tanah paling cepat yaitu di daerah Ancol, Pademangan dan Muara Baru- Jakarta Utara.

Belum lagi dampak perubahan iklim yang mempengaruhi panjangnya musim kemarau yang berpengaruh terhadap permukaan air tanah yang terus menyusut.

Badan Geologi mencatat, penurunan muka tanah ini juga akibat eksploitasi air tanah yang berlebihan, sebab lebih dari 4500 sumur produksi yang mengambil air tanah Jakarta untuk keperluan komersil.

Menurut Ferly diperlukan Badan Regulasi Air untuk pengawasan mendalam pengelolaan air untuk komersil. Namun, Ferly menegaskan, dengan lemahnya pengawasan ekploitasi air tanah, maka bisa dipastikan warga Jakarta akan terus mengalami kerugian yang signifikan.

Selain itu, ada juga sumur-sumur ilegal yang tidak memiliki izin pengusahaan air tanah yang tidak masuk dalam hitungan. Kondisi tersebut menyebabkan permukaan tanah Jakarta mengalami penurunan dan berdampak menjadi ancaman serius tenggelamnya Jakarta.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.