Mampukah AI Bikin Lelucon?

0
90

Mampukah AI Bikin Lelucon?

<MJaya Suprana, Sandro Gatra Tim Redaksi

SEBAGAI insan awam sains dan teknologi, saya percaya bahwa apa yang disebut sebagai AI (artificial intelligence) pasti bisa lebih cerdas ketimbang manusia.

Sebagai pianis, saya juga percaya bahwa AI mampu memainkan alat musik pianoforte lebih cepat, tepat dan benar ketimbang saya, meski saya meragukan apakah AI bisa menyentuh gamitan pianoforte secara lebih eksklusif emosional, ekspresif serta karakteristik ketimbang Glenn Gould.

Saya juga meragukan AI mampu menggungguli para pianis jazz, semisal Keith Jarret dalam berimprovisasi secara semau gue.

Sebagai pendiri Pusat Studi Kelirumologi, saya juga yakin bahwa AI mampu mendeteksi serta mengoreksi kekeliruan teknis mekanis, tata bahasa, semantika, sintaksa, pelafalan atau apapun secara lebih cepat, tepat dan akurat ketimbang saya.

Namun sebagai penggagas humorologi yang berupaya menelaah makna dan sukma apa yang disebut sebagai humor, saya yakin AI mampu bikin lelucon.

Namun saya meragukan bahwa AI akan mampu membuat lelucon yang lebih lucu ketimbang, misalnya, lelucon yang dibuat oleh Gus Dur, Cak Lontong, Butet, Komeng, Kiki, Oneng, apalagi sepak terjang sok serius yang dilakukan para politisi.

Bermain-main dengan AI, Dadang Ari Murtono Menulis Novela Artikel Kompas.id

Untuk mampu kreatif membuat lelucon yang benar-benar jenaka sehingga berhasil bikin orang tertawa dibutuhkan bukan hanya kecerdasan, apalagi yang artifisial, tetapi juga daya logika murni bebas-kendala yang mampu lincah bermain dengan logika bersuasana paradoks serta kearifan memilih tempat, waktu, sasaran berikut takaran yang tepat dan benar di samping menyusun kata menjadi kalimat secara sengaja dikelirukan sehingga menimbulkan dampak kejutan yang sama sekali tak terduga oleh pihak yang menerima pesan humor.

Dalam berkarya humor secara mandiri bukan berdasar arahan manusia, AI juga harus mampu mandiri mawas diri sambil mawas lingkungan demi mencegah reaksi tersinggung apalagi amarah dari pihak penerima pesan humor yang terkandung di dalam lelucon yang menurut sang penyiar humor seharusnya lucu.

AI harus mampu merasa tidak layak berkisah lelucon jenaka pada upacara pemakaman yang tidak layak berhias gelak tawa terbahak-bahak.

AI harus mampu menghayati makna kearifan empan papan serta ngono yo ngono ning ojo ngono demi menunaikan jihad al nafs agar jangan sampai sembrono bikin lelucon yang seharusnya jenaka, namun malah menjadi berbahaya akibat alih-alih lucu malah sempurna melanggar logaritma tata krama serta moral tertawa yang cukup kompleks akibat multi matra.

Untuk mampu merasa saja, dikhawatirkan AI sudah tidak mampu.

Para pemberhala AI sudah barang tentu tidak setuju pandangan yang meragukan kemampuan AI bikin lelucon.

Maka demi mempertahankan keabsahan keraguan adalah lebih aman saya menganalogkan humor dengan seks.

Berdasarkan riset humorologi maupun seksologi dapat disimpulkan bahwa algoritma dan paradigma humor pada hakikatnya setara rumit algoritma dan paradigma seks. Apalagi logaritma.

Maka layak diragukan AI bakal mampu mengungguli kemampuan manusia dalam melakukan kegiatan seks dan humor. Apalagi secara bersamaan. Bagi yang tidak percaya, silakan coba sendiri.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.