Pesona Akrobat Modulasi “Bandar Jakarta”

0
85

Pesona Akrobat Modulasi “Bandar Jakarta”

Jaya Suprana, Sandro Gatra Tim Redaksi

CUKUP banyak lagu diciptakan untuk mengelu-elukan kota Jakarta. Satu di antaranya adalah “Bandar Jakarta” gubahan Iskandar.

Menurut pendapat dan selera subyektif saya, Bandar Jakarta merupakan lagu yang bukan hanya indah, tetapi juga spektakular dalam hal tata harmoni luar biasa penuh pesona kejutan akrobat modulatif yang melanggar kaidah-kaidah tata harmoni akademis musik Barat.

Bandar Jakarta diawali secara konvensional alias biasa-biasa saja dengan akord Tonika. Namun pada ketukan irama ke 7 ½ langsung pindah bukan ke akord Dominan, tetapi loncat ke Dominan Ganda sebagai gerak modulatif ke tangga nada lain yang dimantapkan sampai dengan ketukan ke 19 ½ sebagai Tonika yang mengalir ke atas kemudian ke bawah sampai dengan ketukan ke 40.

Di sini saya tidak mampu mematuhi petuah Jawa: Ojo Gumunan (jangan mudah heran) akibat terus terang saya sangat gumun atas keberanian setelah “salto mortale” Iskandar beristirahat pada Dominan yang sudah berubah fungsi menjadi Tonika untuk kemudian pada ketukan ke 37 menyelinapkan interval tujuh kecil agar beralih-fungsi menjadi Dominan tujuh untuk kemudian mendarat pada ketukan ke 41 di — ya ampun! —- Sub Dominan yang mendadak difungsikan sebagai Tonika!

Di situ Iskandar berbuat dosa asal kaliber taman Eden Musik Akademis Barat, yaitu berani bergerak dari Dominan ke Sub Dominan yang layak diyakini pasti mengandung dosa paralel interval kuint maka secara akademis hukumnya wajib dogmatis tanpa kompromi dicoret dengan tinta merah oleh penguji berijazah ilmu harmoni Barat sebagai bukan sekadar kekeliruan, namun dosa tak terampuni!

Dosa makin parah akibat Sub Dominan yang sudah susah-payah dicapai secara tidak halal melalui Dominan ternyata malah diperankan sebagai Tonika.

Justru pada rangkaian dosa asal berlapis-lapis ibarat buah terlarang itu, bagi saya merupakan puncak keindahan gubahan musik Iskandar nan tiada dua di marcapada ini.

Pada ketukan ke 57 Sub Dominan ganda yang beralih-peran sebagai Tonika dengan melodi indah berkeliaran ke sana ke mari masih dalam wilayah harmoni Tonika untuk kemudian bermodulasi kembali ke Dominan demi permai mendarat sebagai Tonika dalam tangga nada awal.

Selanjutnya Pak Iskandar menggubah Bandar Jakarta tanpa peduli ilmu bentuk musik seiring-sejalan dengan, misalnya, Sonata dalam b minor untuk pianoforte gubahan Franz Liszt. Atau Wanderer Fantasie mahakarya Franz Schubert.

Silakan cemooh saya naif mudah gumunan. Namun memang apa boleh buat saya memang benar-benar naif maka gumun atas kesaktian Iskandar berakrobat harmoni dari modulasi ke modulasi setara kenekatan gerak batin seorang dodekafonikawan seperti Arnold Schoenberg, namun tanpa menanggalkan sukma tonalitas.

Ketakjuban saya terhadap keajaiban “Bandar Jakarta” Iskandar bercampur iri sama halnya keirian saya terhadap keajaiban “Yen ing tawang ono Lintang” Anjar Ani, “Belaian Bunga” Ismail Marzuki, “Kunang-Kunang” Titiek Puspa, “Menghitung Hari” Melly Guslaw, “Banyu Langit” Didi Kempot, “Gethuk” Manthous, “Gema Maumere” Nyong Franco.

Iri akibat saya tidak mampu menggubah lagu seindah mereka yang terbukti mampu menggubahnya.

Insya Allah, gelitik rasa iri tersebut menyadarkan saya sebagai warga Indonesia bahwa sebenarnya tidak ada salahnya di samping menggemari musik bangsa asing, kita juga menikmati nikmatnya kenikmatan musik karya bangsa kita sendiri. MERDEKA!

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.