Oleh AENDRA MEDITA KARTADIPURA, Analis Pusat Kajian Komunikasi Politik Indonesia (PKKPI)
Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) itu ajang seperti pencari bakat dalam sebuah kontes. Ada yang menarik dari Pilkada ini yaitu sejumlah calon ramai-ramai cari rekom partai. Dukungan partai penentu adalah kunci masuk. Bedanya jika sebuah kontes tanpa bekal nampaknya nol juga hasilnya. Dan di Pilkada lebih lagi. Dan santa fantastis gelombang luka-likunya.
Kami di Analis Pusat Kajian Komunikasi Politik Indonesia (PKKPI) sering diskusi ini dan sering jadi kajian politik yang unik dan mengelikan jika mencari pemimpin hanya berdasar angka-angka.
Misalnya soal uang dan konfigurasi adalah bagian sebuah langkah menuju sebuah ajang dan kekuasaan itu sebenarnya mimpi semua orang. Tapi yang terjadi nyata ada di Pilkada 2024, ini pasti terjadi. Baiknyan harus jujur dan baiknya janganlah bohong. Sebab bohong akan terus berbohong.
Pilkada yang akan dilakukan secara serentak pada November 2024 memang untuk daerah lebih baik jika warga atau masyarakat yang menentukan nantinya, saat ini memnag lewat Pilkada. Tapi yang jadi soal, kini jadi rebutan rekom dan ada implikasi politik yang sangat bikin permainan ini rebutan kekuatan akses. Hal ini jitu selain rebutan rekom?
Berdasarkan Pasal 201 ayat (8) UU Nomor 10/2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, pemungutan suara serentak nasional untuk pilkada di seluruh Surat Rekomendasi adalh kunci, dengan demikian maka jika sudah memenuhi syarat untuk mendaftar sebagai calon Kada maka sorak Demokrasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) jadi gong pembuka.
Bandar, Partai dan Survei Pilkada
Menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak yang dilaksanakan pada 27 November 2024 mendatang ada peran bandar atau pemain yang menjadi lawan pemain-pemain lain sekaligus (dalam permainan dadu, rolet, dan sebagainya) bandar itu yang menyelenggarakan taruhan atau bisa juga yang mengendalikan suatu aksi (gerakan) dengan sembunyi-sembunyi yang membiayai suatu gerakan yang kurang baik dan intinya yang bermodal dalam perdagangan dan sebagainya.
Di Pilkada mendatang, baik masyarakat maupun partai politik kembali bersiap untuk menentukan pilihannya dan peran bandar ini sangat mentukan.
Secara prinsip memang sudah selayaknya para calon kepala daerah yang oleh partai politik diusung harusnya dibaca sinergisitasnya untuk kebutuhan dan kepentingan publik. Hal ini untuk kita punta pemimpin terpilih yang mampu menampung aspirasi masyarakat dan paham maksud yang diinginkan daerahnya mulai pembangunan atau keadilan yang efektif dan merata.
PKKPI secara strategi Politik Komunikasi dalam diskusi bulannya merespon hal Pilkada 2024 bahwa komunikasi partai umumnya sangat memperhatikan potensi internal kader dan juga pertimbangkan eksternal tokoh.
“Calon harus punya potensi baik dan karismatik di mata publik karena pilkada merupakan aspek penting bagi keadilan, partai politik memang punya hak nantinya agar kebijakan-kebijakan dari pemerintah pusat bisa tersaliur d daerah,” ujar Dr Gede Moenanto yang merupakan analis senior dari PKKPI.
Bicara strategi maka bicara potensi daerah, karena pilkada merupakan aspek penting bagi partai politik yang nanti kepala daerah-lah yang akan ikut kebijakan dari pemerintah pusat.
“Jika saat ini banyak “bandar” ikut masuk dan kemudian juga memetakan daerah-daerah mana yang ingin dikuasai harusnya lebih bijak juga oarng yang memilih, jangan rugi dan menyesal kelak” kata Moenanto.
Memang lucu saat ini Pilkada ada kesadaran politik menjadi faktor determinan dalam partisipasi pemilu bukan sekadara ini milih tapi ada yang ingin jadi sponsor sebagai yang berhubungan kesadaran dan dia mendukung. Ini juga bukan tanpa syarat saat dia akan ikut, ingin tahu rekom partai, dan survei hasil dari calon tersebut. Jika survei jeblok banyak juga yang gagal jadi bandar.
Bahkan banyak kejadian jika calon hingga mendekati waktu akhir (injury time), tak didiukung para elite partai politik selaku penentu maka pasangan calon yang akan didukung akan diliaht kalkulasi politik dan juga kada sebaliknya.