Tuhan dan Planetarium

0
62

Tuhan dan Planetarium
Jaya Suprana, 

MAHAGURU sastra Betawi saya merangkap Ketua Umum Akademi Jakarta, Seno Gumira Ajidarma berhasil mengarahkan saya untuk menyimak sebuah naskah beliau di Kompas.id (29 Juni 2024) dengan umpan-klik “Ada Muri di situ”.

Naskah tulisan pendiri Ihik-Ihik-Ihik serta mantan rektor IKJ nan keren tersebut berjudul keren “Presiden dan Planetarium” dengan sub judul tidak kalah keren “Planetarium memperkuat daya pikir dengan membebaskan manusia Indonesia dari takhayul.

Kemangkrakan menyumbang kegelapan.” Pada hakikatnya Doktor Seno mengungkap perasaan prihatin campur gemas bahwa Planetarium di TIM telah lama mangkrak tanpa kejelasan siapa yang bertanggung jawab atas kegelapan yang dipersembahkan oleh kemangkrakan situs pendidikan peradaban tersebut.

 Betawi yang saya setarakan dengan Leo Tolstoy itu menyentil secara halus, maka layak dikhawatirkan belum tentu terasa oleh yang disentil. Tanpa sedikit pun mengurangi rasa hormat saya terhadap Sang Leo Tolstoy Betawi dengan penuh kerendahan hati secara subyektif, saya merasa setuju sekaligus tidak setuju terhadap sub judul “Planetarium memperkuat daya pikir dengan membebaskan manusia Indonesia dari takhayul”.

Menurut pendapat saya, untaian kata Doktor Seno tersebut seperti biasa senantiasa bersayap terutama pada kata takhayul.

Jika yang dimaksud adalah takhayul yang memberhalakan presiden maupun planetarium, maka saya setuju. Namun jika yang dimaksud takhayul adalah paham kosmologis seperti yang tersirat di dalam kearifan “sangkan paraning dumadi“ Dewa Ruci tentang makrokosmos dan mikrokosmos, maka saya tidak setuju terhadap penggunaan kata takhayul.

Berdasar pengalaman empiris subyektif pada diri saya sendiri setiap kali berkunjung ke planetarium memang planetarium memperkuat daya pikir saya yang lemah.

Namun alih-alih membebaskan saya dari takhayul justru makin memantapkan keyakinan saya (yang senantiasa ditertawakan oleh para beliau yang memberhalakan sains) bahwa Tuhan ada.

Seusai saya berkunjung ke setiap planetarium, bukan hanya di TIM, menyaksikan betapa dahsyat ketak-terhinggaan keakbaran serta keindahan suasana yang kita sebut sebagai alam semesta.

Saya mohon maaf kepada para atheis bahwa di samping merasa diri sendiri kerdil bukan apa-apa, saya juga makin merasa yakin bahwa Tuhan ada.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.