MIMPI BURUK SANG KETUA UMUM GOLKAR SINYAL BURUK UNTUK KETUM PARTAI LAINNYA
Memet Hakim
Pengamat Sosial Wanhat APIB & APP TNI
Eneah apa yang terjadi dengan Erlangga Hartanto, sang Ketua Umum Golkar ini, ujug-ujug tanggal 10.08.2024 malam mengundurkan diri. Tentu saja ulah Erlangga ini membuat geger politik, hanya saja diperkirakan ada tekanan kuat seperti isu Munaslub penggantian Ketua Umum. Aneh juga ya, ini benar-benar mimpi buruk bagi Erlangga
Seperti yang telah diduga oleh banyak orang sebelumnya kubu istana yang telah mengambil alih PSI dengan mulus, sekakaran giliran mengambil alih Golkar yang lebih empuk, berdaging dan mudah dibandingkan dengan partai yang lain. Mungkin setelah itu baru menggarap partai lainnya, karena masih ada anggota keluarga istana yang belum punya partai, seperti mantunya, istrinya, pamannya.
Dua hari setelah Erlangga mengundurkan diri tiba-tiba pihak Istana tanpa diminta menyampaikan pernyataan bahwa mereka tidak ikut dalam proses kudeta ini. Koordinator Stafsus Presiden, Ari Dwipayana mengatakan hal itu katanya “tidak ada kaitannya dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi)”. Mengingat karakter Jokowi yang munafik sehingga berbagai julukan negatif diberikan padanya, maka pernyataan diatas akan dibaca bahwa “Jokowi terlibat di dalamnya”. Tidak heran karena Jokowi masih ingin memerintah Indonesia, akibat dugaan tugas dari paman Ji Ping belum selesai, sehingga belum mau pensiun seperti presiden para pendahulunya.
Berita internal dari sejumlah pengurus Golkar mengatakan ada manuver beberapa “kader partai untuk menggulingkan Airlangga” dari jabatan ketua umum. Dua nama yang disebut-sebut sebagai motor penggerak manuver tersebut adalah Menteri Investasi sekaligus kader Golkar, Bahlil Lahadalia, serta Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar sekaligus Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita (Tempo.co, Senin, 12 Agustus 2024). Artinya ada otak lain juga di dalam partai yang ingin menjual Golkar, demi mempertahankan jabatan atau cuan, ini bisa disebut penghianat partai sejatinya.
Menariknya setelah itu Kejaksaan langsung mengungkapkan kasus korupsi izin ekspor minyak sawit mentah atau CPO dan turunannya periode 2021-2022 di Kementerian Perdagangan akan diungkap. Pengurus Golkar lainnya menyebut bahwa Airlangga menerima ancaman akan digeledah dan dijemput paksa jika “tak segera membuat surat pengunduran diri pada Sabtu 10 Agustus”. Dalam hal ini Jaksa Agung ikut bermain politik praktis.
Selain itu menurut POJOKSATU.id menyampaikan bahwa Kordinator Ampera, Ali Hasan, melaporkan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto ke Bareskrim Polri, Jumat (9/8/2024). Laporan ini dampak dari dilepaskannya 26.415 kontainer yang tertahan di Pelabuhan Tanjung Priok dan Tanjung Perak Surabaya oleh Airlangga selaku Menko Perekonomian bersama Menkeu Sri Mulyani dan Wamendag Jerry Sambuaga pada 18 Mei 2024. Entahlah Menkeu dan Wamendag apakah ikut dilaporkan juga atau tidak.
Jelas sekali 2 tekanan dari Kejagung dan laporan ke Bareskrim yang membuat Erlangga ini mundur. Sangat diduga ini manuver istana juga untuk “menjaga ketakutan” para Ketua partai lainnya, supaya tetap mengikuti kemauan istana.
Kasus ini merupakan pelajaran yang sangat baik untuk diambil hikmahnya bagi seluruh Ketua Partai, karena kasus Erlangga merupakan sinyal kuat bahwa Jokowi masih kuat walau masa kepemerintahannya tinggal 1.5 bulan lagi. Erlangga yang sudah berjasa buat Jokowi dan berkorban mengantarkan Gibran menjadi Wapres terpilih, masih harus meninggalkan jabatan Ketua umum Golkar, karena akan dikuasai mereka. Kemudian walaupun sudah mengikuti kemauan istana, ternyata Erlangga dikunci lagi dengan 2 kasus yang dapat menyebabkan masuk tahanan. Artinya istana memang mengendalikan partai seperti mafia saja, jika sudah tidak dibutuhkan dapat dibuang begitu saja. Sinyal ini sangat kuat. Dalam keadaan sudah mundur, Erlangga tentu tidak ada lagi power untuk melawan, apalagi di dalam partai ada penghianatnya.
Kasus Erlangga dapat menimpa partai lainnya termasuk Gerindra, PDIP, PKS yang dianggap kuat. PAN, PPP, PKB sangat mungkin digarap terlebih dahulu. PKB juga sudah mulai digoyang lewat PBNU, NASDEM sudah lebih dulu dibantai dan ada korban di tingkat menterinya. Pilihan para Ketua Partai hanya ada 2 saja yakni 1) Menyerah pada istana, dengan resiko dihabisi dan diambil alih partainya dan masuk tahanan,tanpa adanya peluang untuk menang, 2) Melawan dengan resiko yang sama tetapi memiliki peluang lolos dari ancaman jika menang serta dukungan dari rakyat yang tertindas.
PDIP terlalu kuat dilawan istana, tapi Gerindra lebih mudah, karena para pengurusnya rentan dibeli dan tidak memiliki ideologi kuat. PKS berbeda kasusnya, partai ini malah mendekat dengan sendirinya walau tidak diminta, sehingga mulai ada para pendukungnya protes dan meninggalkan PKS. Rakyat akan setia pada partai yang konsisten dalam perjuangan, memiliki ideologi yang jelas serta memiliki pemimpin yang berintegritas.
Peta politik akan berubah setelah jelas Ketua partai Golkar diisi oleh loyalis Jokowi atau keluarganya. Golkar yang dibesarkan oleh Soeharto dan anti komunis akan segera terkikis dan menjadi partai pro komunis dan menjadi partai pengikut (follower) saja. Jika saja ada partai yang berani bergabung dengan kelompok oposisi, maka iklim demokrasi akan lebih baik.
Bandung, 12 Agustus 2024