POLISI PINJAM TANGAN UNTUK MEMBUBARKAN DISKUSI KEBANGSAAAN FTA ?
Oleh Memet Hakim Pengamat Sosial
Dewan Penasihat Aliansi Profesional Bangkit & Aliansi Pejuang dan Purnawirawan TNI
Menjelang G30S/PKI biasanya ada saja<span;> <span;>kegiatan yang terjadi mengingatkan kita pada tahun 1965, antara lain munculnya <span;>Pasukan Berani Mati Pembela Jokowi<span;> yang sedianya akan berkumpul tanggal 22 September yl. dan terakhir 2 hari yang lalu pembubaran Diskusi Kebangsaan oleh FTA yang dihadiri oleh para tokoh yang mencintai dan ingin menjaga Tanah Air Indonesia yang tercinta ini. Sebagaimana kita rasakan bahwa dirasakan adanya kebangkitan PKI pada rejim Jokowi ini. PKI telah 2x memberontak setelah Indonesia merdeka dan 2x ditumpas oleh TNI bersama rakyat.
Acara diskusi Silaturahmi Kebangsaan Diaspora bersama Tokoh dan Aktivis Nasional” yang digagas Ketua Forum Tanah Air (FTA) Tata Kesantra (tinggal di NY, AS), sebagai dialog antara diaspora Indonesia di berbagai negara dengan sejumlah tokoh antara lain,: Prof Din Syamsuddin, Dr Batara Hutagalung, , Mayjen (Purn) Soenarko, Brigjen (Purn) Hidayat Poernomo, Dr. Said Didu, Jend (purn) Fachrurozi, Dr. Refli Harun, Syafril Sofyan, Abraham Samad, Prof Chusnul Mar’iyah, Rizal Fadhilah, Aziz Januar, Refly Harun, Harsubeno, Donny Bunda Merry dan Ida N. Kusdianti.
Aksi anarkis yang dilakukan sekelompok orang yang tidak dikenal pada Diskusi ‘Silaturahmi Kebangsaan Diaspora bersama tokoh dan Aktivis Nasional’ yang digelar di Hotel Grand Kemang, Jakarta Selatan, Sabtu 28 September 2024 memperburuk citra Indonesia dimata dunia. Acara ini diikuti oleh puluhan negara dimana para diaspora Indonesia berada. Kasus ini secara cepat viral menjadi berita dunia.
Jika kita menonton video dari youtuber Edy Mulyadi, Saeful Zaman dan Refly Harun yang menjelaskan kronologisnya, sejak pihak berwenang menghubungi Managemen hotel pada tengah malam minta acara tersebut dibatalkan, kemudian ada polisi pake tutup muka, baju preman supaya tidak dikenali, kemudian ada acara cium tangan dan rangkulan antara polisi dan pengacau tersebut, maka mau tidak mau, suka tidak suka, orang akan berkesimpulan bahwa ini memang pekerjaan polisi. Selain itu kabarnya ditemukan kotak nasi bungkus berlogo PASBATA (Pasukan Bawah Tanah) JOKOWI (<span;>Mungkin ini sama dengan Pasukan Berani Mati Pembela Jokowi ?<span;>), jadi fakta diatas memperjelas posisi Polisi dan PASBATA JOKOWI.
Nah masalahnya kenapa harus dibubarkan ? Padahal acara serupa sudah sering dilakukan dimana-mana, di dalam kampus, maupun diluar kampus dan selama ini tidak ada masalah. Di Akhir bulan September bisa saja kasus ini dikaitkan sebagai kebangkitan kembali kegiatan Neo Komunis yang tidak ingin rakyat Indonesia berdaulat penuh dengan landasan Konstitusi UUD 45 yang asli dan Dasar Negara Pancasila 18 Agustus 1945. Komunis dan Neo Komunis memang tidak bisa menerima Pancasila terutama pada sila ke-1 nya. Agama (Islam) dianggap musuh, Identitas agama (Islam) harus dibuang, kegiatan dawah jika perlu dihadang dan dibubarkan, Ulama-ulama lurus dianggap membayakan negara, orang yang amanah, pinter dan disukai rakyat harus disingkirkan, dll,dll. Siapa saja yang berseberangan dengan Jokowi harus disingkirkan, itulah yang terjadi dan Polisi terkait di dalamnya.
Kepolisian sebagai suatu institusi yang harusnya membela kebenaran dan mengayomi rakyat, sekarang malah bekerjasama dengan Pasukan Bawah Tanah Jokowi untuk membubarkan acara silaturahmi dan dialog Kebangsaan, setidaknya itulah kesan masyarakat. Sungguh ini kerugian bagi Kepolisian, walaupun itu mungkin dilakukan oleh oknum polisi saja. Nama Kepolisian RI yang sudah buruk, akan semakin buruk lagi, bahkan kali ini merebak sampai ke Luar Negeri. Tinggal sekarang apakah Kapolrinya dapat menindak pelaku kerusuhan dan oknum polisi tersebut atau tidak, nama Kepolisian dipertaruhkan.
Semoga kedepan pihak Kepolisian lebih cerdas lagi dalam menangani sesuatu. Besok tanggal 30 September 2024, kita akan mengenang korban jiwa akibat kekejaman PKI, 6 jendral dan 1 pamen meninggal dan dimasukkan kedalam sumur di Lubang Buaya Jakarta, Di Yogya ada 2 Pamen juga yang gugur dan ada 1 anaknya Jendral AH Nasution juga gugur ditembak pasukan PKI. Tragedi pembantaian yang dilakukan oleh PKI terhadap 62 pemuda Ansor di Banyuwangi tanggal 18 Oktober 1965 juga sangat keji. Mereka dibunuh dengan cara diracun, kemudian jenazahnya dimasukkan dalam 3 lubang sumur (Detiknews, 30 Sep 2021). Itulah sekelumit kekejaman PKI yang telah 2x memberontak terhadap pemerintah Indonesia.
Jika Kepolisian tidak segera bertindak dikawatirkan rakyat menilai Kepolisian sudah membantu kebangkitan PKI Gaya Baru atau Neo Komunis. Tentu saja kondisi Kepolisian seperti itu tidak dikehendaki.
Bandung, 29 September 2024