Etimologi Terminologi “Branding”
Jaya Suprana, Sandro Gatra Tim Redaksi
DI MASA kini, kita kerap menggunakan terminologi “branding” tanpa sadar tentang riwayat asal-muasal istilah tersebut.
Sebagai terminologi pemasaran maupun gaya hidup, di masa kini kita kerap menyebut kata “branding” yang jelas bukan bahasa Indonesia asli karena berasal dari bahasa asing.
Secara etimologis Ensiklopedia Brittanica mengupas makna terminologi branding sebagai berikut:
the permanent marking of livestock or goods using a distinctive design made by hot or superchilled metal, chemical, tattoo, or paint for purposes of identification. In agricultural usage it may also include tagging and notching. Brands are applied to animals principally to establish ownership, but they are also used widely for keeping records of purebred lines and for identification in disease control and age differentiation.
Professional animal breeders sometimes adopt brands as trademarks to indicate high standards of quality“.
Praktik branding terhadap hewan ternak terutama sapi dapat kita simak pada film-film cowboy Hollywood maupun Italo-Western.
Namun, sebenarnya branding terhadap hewan ternak sudah dilakukan oleh para peternak Mesir kuno ratusan tahun sebelum Masehi.
Sementara branding dalam makna stigmasisasi terhadap manusia pertama kali tampil pada novel mahakarya Nathaniel Hawthrone “Scarlet Letter” tatkala masyarakat Puritan Massachusets mem-branding Hester Prynne yang dipaksa mengenakan huruf A sebagai akronim “adultery” pada busana Hester sepanjang hidupnya.
Warga Verona mem-branding kota mereka sebagai kota Romeo dan Julia berdasar khayalan Shakespeare sebagai daya tarik industri pariwisata kota Verona masa kini.
Rezim Nazi Adolf Hitler mem-branding kaum Yahudi pada masa pascapogrom Kristalnacht demi memusnahkan kaum Yahudi dari persada Jerman.
Tradisi branding masih berlanjut di Perancis masa kini terhadap kaum LGBT seperti terjadi di upacara pembukaan Olimpiade 2024 di Paris.
Pada hakikatnya istilah branding mengalami evolusi makna secara cukup drastis sehingga di masa kini branding bermakna merek yang merambah ke istilah gaya hidup.
Mereka menggemari produk-produk bergengsi dengan harga mahal banget seperti Louis Vouitton, Gucci, Prada, Dior, Channel, Hermes, et cetera.
Tas-tas mewah membawa istilah branding ke arah makna negatif-pejoratif yang ditimpakan terhadap perilaku pamer kekayaan pada masa jurang kesenjangan sosial terbuka menganga lebar seperti pada masa pra Revolusi Perancis.