Token Listrik, Produk Generik PLN
PRIBUMINEWS, Jakarta– TOKEN listrik adalah solusi kekinian. Transaksi prabayar penggunaan daya listrik. Bahkan sudah menjadi produk generik PLN. Sifat umum itu pula bagian dari sistem layanan terbaik bagi pelanggannya.
Perusahaan Listrik Negara itu mulai memperkenalkan sistem token listrik sejak 2008. Melalui berbagai kajian implementasi, lantas diberlakukan sejak 01 Januari 2015.
Listrik prabayar menggunakan metode pembayaran awal. Serupa prabayar dalam pengisian pulsa telepon genggam. Karenanya, token listrik juga disebut sebagai pulsa listrik. Tata caranya relatif sama. Token dengan cara memasukkan 20 digit angka ke tombol di meteran listrik (KwH meter).
Sesederhana itu, semudah itu pula mengisi ulang daya listrik. Tak lagi cara konvensional alias jadul (jaman dulu -pen). Tak lagi harus antri di kantor PLN atau kantor pos. Hanya untuk membayar biaya penggunaan daya listrik atau tagihan bulanan. Cara jadul yang berpotensi menunggak bayar dan kendala tak terduga lainnya. Bahkan hingga pemutusan jaringan listrik.
Bagi PLN, pengguna listrik adalah sekaligus konsumen dan pelanggannya. Dengan token listrik, PLN sudah melangkah progresif. Lewat fase progres modernisasi dan optimalisasi digitalisasi. Sistem layanan yang serba mandiri alias swalayan bagi pelanggannya. Mudah dan dapat dilakukan kapan saja dan di mana pun, saat membutuhkan.
Sistem token memberikan jaminan keberlangsungan pemanfaatan daya listrik. Efisien dan efektif bagi kedua pihak. PLN sebagai distributor listrik dengan pendekatan layanan mandiri. Bagi pelanggan, bermakna penghematan enerji listrik. Mendisiplinkan pelanggan dan dapat menghitung sendiri penggunaan daya listrik per bulannya.
Namun demikian, pemahaman hal-ikhwal token listrik belum cukup merata. Mereka belum cukup pengetahuan. Utamanya pelanggan awam dan kalangan pengguna berpenghasilan pas-pasan. Lazim sebatas mengisi token. Sebatas mengetahui, bahwa daya listrik terisi dan atau bertambah serta lanjut menyala. Cuma itu. Selebihnya, mereka tak tahu seberapa jumlah KwH didapat hingga batas waktu untuk tetap menyala. Benar, hal yang disebut terakhir — meteran listrik akan memberikan tanda darurat untuk pengisian ulang token.
Penulis pernah mengalami kesulitan pengisian token listrik. Sejumlah kali, selalu gagal. Malam hari pula. Bersyukur Call Center PLN 123 cepat tanggap. Terkaget, bahwa nomor token kami diblokir.
Tak ada penjelasan soal blokir itu. Terlebih yang terpikirkan semata solusi dalam posisi emergency. Beruntung petugas pun sigap. Bergegas mendatangi lokasi pelanggan. Menyambungkan aliran listrik secara langsung dari jalur induk terdekat. Tanpa melalui meteran. Petugas tadi meninggalkan bukti penanganan berupa lembaran warna kuning. Hemat kami, hal itu akan ditindaklanjuti secara administratif dan teknis dalam waktu sesegera.
Sekira tiga bulan berlalu. Tak ada tindak-lanjut penanganan. Secara subyektif, kami pun memilih menunggu. Sambil meyakini tak merasa bersalah. Rupanya tak ada koordinasi tentang itu. Suatu hari, petugas yang (tentu) berbeda melakukan inspeksi. Aliran listrik ke rumah kami dinyatakan ilegal alias telah terjadi pencurian listrik. Kaget, dong. Lantas keharusan membayar biaya beban listrik selama masa zero token tadi. Mencapai lebih dari satu juta rupiah.
Bahwa peristiwa di atas bukan kesalahan konsumen. Bukti penanganan dari Call Center PLN 123 dan pernyataan keberatan, akhirnya dibebaskan dari biaya beban tadi. Nomor token pun dipulihkan kembali. Lagi, PLN telah memberikan layanan terbaik bagi pelanggannya.
Token listrik tak melulu solusi kekinian bagi konsumen listrik. Sistem yang telah menjadi keseharian kita. Tradisi “aliran” (bahasa Sunda -pen) atau pemadaman listrik secara bergilir sudah tak ada lagi. Tak kecuali mati total (black out). Daya listrik senantiasa mengalir. Sejalan token listrik, produk generik — menuju penghematan enerji.***
Penulis: imam Wahyudi (iW)
jurnalis senior di bandung