Matematika Bahasa Kehidupan

0
104
ilustrasi matematika.(canva.com)

Matematika Bahasa Kehidupan

Jaya Suprana,

ARITMATIKA memang merupakan bagian dari matematika. Namun jangkauan matematika jauh lebih luas ketimbang aritmatika. Berbagai pihak termasuk saya sendiri awam matematika, tapi tanpa sadar telah menggunakan matematika dalam menempuh perjalanan hidup masing-masing.

Misalnya untuk menghitung waktu, menyusun jadwal, diagnosa kesehatan, mengukur temperatur, memberi atau menerima pinjaman uang, manajemen salaris, proses jual-beli, navigasi perjalanan, menelaah ayat-ayat kitab suci, deteksi jumlah anak maupun semah, menghitung suara pada pemilu, mengukur prestasi olahraga, bahkan kadar kecerdasan dan lain-lain sebagainya serta selanjutnya.

Mengingat matematika adalah bahasa kehidupan, termasuk sains, maka mereka yang menyebut atau disebut saintis jelas tidak bisa-tidak mau-tak-mau suka-tak-suka tidak bisa begitu saja lepas dari matematika.

Seorang fisikawan sejak masa undergraduate menghadapi tahapan kesulitan matematika yang terus-menerus meningkat bergerak melalui jalur aritmatika, kalkulus, aljabar linear dan aneka wilayah geometri.

Setelah masuk ke jenjang studi graduate dituntut pengertian lebih mendalam tentang cabang-cabang matematika seperti matriks, tensor aljabar, teknik-teknik ekuasi diferensial, statistik, geometri diferensial yang kesemuanya menuntut tingkat kecerdasan kelas langitan di mana efisiensi neural, daya ingat jangka pendek maupun panjang, rekognisi pola lebih bersifat bermain gaya homo ludens yang hanya dimiliki oleh segelintir manusia kaliber luar-biasa yang beruntung mampu berpikir abstrak tanpa kejelasan mengenai apakah ada pemikiran yang tidak abstrak.

Tak kurang dari seorang John von Neumann menegaskan “In mathematics, you don’t understand things, you just get used to them.” Albert Einstein menghibur seorang mahasiswa yang mengaku kesulitan menghadapi matematika, “Do not worry about your difficulties in mathematics. I can assure you mine are still greater.”

Sementara Paul Ehrenfest sebagai seorang kolaborator Einstein akhirnya bunuh diri akibat gagal paham formulasi abstrak tentang general theory dan quantum fisika. Di dalam buku “Too Big for a Single Mind” To ij. ujijbias Huerter menulis opini kontroversial terkesan melecehkan Bohr sebagai seteru debat abadi melawan Einstein bahwa “For a physicist of world standing, Niels Bohr is a remarkably poor mathematician. Even a cursory glance at his research papers reveals  mathematical equations they include“.

Para mahamatematikawan kaliber langit-langitnya langit swargaloka seperti Henri Poincare dan G.H. Hardy sama sekali tidak malu untuk mengakui bahwa makin lama mereka mencoba mempelajari matematika, maka alih-alih makin merasa paham malah makin merasa gagal-paham.

Analog kehidupan itu sendiri, maka matematika sebagai bahasa kehidupan yang digunakan oleh manusia mustahil paripurna, apalagi sempurna memang pada hakikatnya saya juga tidak perlu merasa malu mengaku mustahil memahami apa yang disebut sebagai kehidupan itu sendiri secara paripurna apalagi sempurna.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.