Pertemuan Ba’asyir–Dasco di DPR, Ini Analisa Pengamat Intelijen dan Geopolitik
PRIBUMINEWS.CO.ID–Pertemuan antara Abu Bakar Ba’asyir dengan Ketua Harian DPP Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, di Gedung DPR RI bukan sekadar silaturahmi biasa. Menurut pengamat intelijen dan geopolitik Amir Hamzah, momen ini memperlihatkan kecerdasan politik Dasco dalam membaca arah kebangsaan dan pesan strategis pemerintahan Presiden Prabowo Subianto kepada publik.
“Pertemuan itu bukan insidental, tapi sangat simbolik. Ba’asyir datang ke lembaga negara, bukan ke rumah pribadi. Ini menandakan bahwa negara—melalui representasi lembaga legislatif—menerima, mengakui, dan membuka ruang dialog bagi semua anak bangsa tanpa kecuali,” ujar Amir Hamzah dalam keterangan yang diterima, Jumat (31/10).
Amir menjelaskan, penerimaan Abu Bakar Ba’asyir di Gedung DPR memiliki bobot politik tersendiri. Gedung tersebut bukan sekadar tempat anggota parlemen bekerja, tetapi juga lambang kedaulatan rakyat.
“Ketika Dasco menerima Ba’asyir di DPR, ia mengubah makna simbolik pertemuan itu menjadi momentum rekonsiliasi nasional yang cerdas,” ujarnya.
Menurut Amir, Dasco paham bahwa masyarakat Indonesia masih menaruh sensitivitas terhadap figur-figur seperti Ba’asyir. Namun, justru di situlah kelihaian politiknya diuji.
“Dasco tidak hanya menunjukkan empati, tetapi juga menegaskan posisi negara yang terbuka dan tidak lagi terbelenggu oleh dikotomi masa lalu antara radikalisme dan nasionalisme,” jelasnya.
Lebih jauh, Amir Hamzah menilai gaya politik Dasco dalam menerima Ba’asyir mirip dengan almarhum Taufik Kiemas, tokoh politik PDI Perjuangan yang dikenal dengan semboyan “merajut merah-putih”.
“Taufik Kiemas dulu dikenal pandai merangkul semua kalangan—nasionalis, Islamis, maupun kelompok oposisi—demi stabilitas bangsa. Pola yang sama kini terlihat pada Dasco,” kata Amir.
Ia menambahkan, di tengah situasi politik yang mudah terpolarisasi, kemampuan Dasco untuk menghadirkan figur kontroversial ke ruang resmi negara adalah langkah keberanian politik yang terukur.
“Ini menunjukkan bahwa Dasco bukan sekadar politisi pragmatis, tapi juga komunikator kebangsaan yang mampu memelihara harmoni sosial,” tambahnya.
Dari perspektif intelijen, Amir Hamzah menilai pertemuan ini bagian dari strategi soft power pemerintahan Prabowo dalam mengelola potensi konflik ideologi di masyarakat.
“Intelijen memandang bahwa ancaman terhadap negara tidak selalu datang dari kekuatan fisik, tapi dari polarisasi ideologis yang berlarut. Dialog seperti ini adalah bentuk pencegahan yang elegan,” ungkap Amir.
Ia menambahkan, Ba’asyir kini telah menegaskan komitmennya terhadap NKRI, bahkan menghormati simbol-simbol negara seperti bendera Merah Putih.
“Dengan dasar itu, negara tidak perlu lagi bersikap eksklusif. Yang dibutuhkan adalah kanal komunikasi dan ruang kebangsaan yang lebih luas,” kata Amir.
Pertemuan ini, lanjutnya, menjadi sinyal bahwa pemerintahan Prabowo Subianto akan mengedepankan pendekatan inclusive governance—memasukkan semua elemen bangsa dalam dialog dan pembangunan nasional.
Amir Hamzah juga menyinggung bahwa pertemuan Ba’asyir–Dasco tak berdiri sendiri. Sebelumnya, pengasuh Pondok Pesantren Al-Mukmin Ngruki, Sukoharjo, itu sempat bertemu dengan mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Solo.
“Ini seperti rantai pesan yang berkelanjutan. Setelah Jokowi membuka pintu silaturahmi, Dasco menegaskan langkah lanjutan melalui jalur kelembagaan negara,” kata Amir.
Dari kacamata geopolitik domestik, hal ini memperkuat kesan bahwa pemerintahan Prabowo berupaya membangun konsolidasi nasional lintas ideologi.
“Pesannya jelas: Prabowo bukan hanya presiden untuk kelompok tertentu, tetapi untuk semua,” tegasnya.
Sebagai Ketua Harian DPP Gerindra sekaligus Wakil Ketua DPR RI, Dasco memiliki posisi strategis untuk menjadi jembatan antara kekuasaan eksekutif dan aspirasi publik.
“Dasco selama ini dikenal tenang tapi berpengaruh. Ia tidak banyak bicara di depan media, namun selalu muncul di momen-momen penting,” tutur Amir Hamzah.
Menurutnya, langkah Dasco menemui Ba’asyir juga menunjukkan bahwa Gerindra—partai penguasa saat ini—tidak ingin kekuasaan menjauh dari rakyat.
“Gerindra melalui Dasco ingin menampilkan wajah kekuasaan yang berjiwa inklusif dan nasionalis. Ini juga memperkuat posisi politik Prabowo sebagai presiden yang berkomitmen pada persatuan bangsa,” imbuhnya.
Amir Hamzah menilai bahwa pertemuan ini harus dibaca sebagai bagian dari narasi besar: rekonsiliasi nasional dan rekonstruksi kebangsaan.
“Langkah Dasco adalah simbol keberanian politik baru di era Prabowo-Gibran—politik yang tidak takut berdialog dengan siapa pun demi Indonesia yang damai dan utuh,” pungkasnya. (Ys)
















