Beda Sikap Jokowi VS Ahok Terkait Reklamasi Teluk Jakarta

0
662

PRIBUMI – Pernyataan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) terkait keterlibatan pengembang reklamasi Teluk Jakarta dalam pemenangan Joko Widodo (Jokowi) sebagai Presiden dalam Pilpres 2014 silam bisa dianggap fitnah.

Mengutip dari Medium, kebijakan reklamasi di era Ahok dan Gubernur DKI Jakarta sebelumnya bisa dicermati dalam kronologi yang dimulai dari era Fauzi Bowo.

Presiden Joko Widodo /ant
Presiden Joko Widodo /ant

Pada 19 September 2012, Fauzi Bowo menerbitkan Peraturan Gubernur No. 121/2012 mengenai Penataan Ruang Kawasan Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Untuk pertama kalinya Pemda DKI Jakarta mengungkap bahwa akan ada 17 pulau yang dinamai Pulau A sampai Pulau Q dengan total wilayah 5.155 hektar. Pergub memproyeksikan akan ada 750.000 penduduk baru di ke-17 pulau baru.

Pada 21 September 2012, Fauzi menerbitkan izin prinsip untuk Pulau F, G, I, dan K. Namun, kebijakan itu gugur seiring dengan kalahnya Fauzi Bowo oleh Jokowi di Pilkada DKI Jakarta .

Pada 5 Desember 2012, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menerbitkan Peraturan Presiden No. 122 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Indonesia. Pasal 16 menyatakan bahwa izin pelaksanaan reklamasi di Kawasan Strategis Nasional Tertentu harus mendapatkan rekomendasi menteri terkait.

Kemudian, pada 12 Desember 2013, Gubernur DKI Jakarta Jokowi rapat dengan Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengenai reklamasi dan NCICD. Ia mengatakan di rapat yang rekamannya tersedia di YouTube bahwa gubernur sebelumnya (Fauzi Bowo) baru mengeluarkan izin pelaksanaan untuk satu pulau dan ada izin-izin yang kadaluwarsa di September 2013, namun sengaja tidak diperpanjang oleh Jokowi. Ia mengatakan keputusan tidak memperpanjang diambil karena ia ingin reklamasi menguntungkan masyarakat bukan developer.

Pada 10 Juni 2014, sembilan hari setelah Jokowi mengambil cuti untuk kampanye presiden, Ahok, saat itu menggantikan Jokowi sebagai Pelaksana Tugas atau Plt, mengeluarkan perpanjangan izin prinsip yang sudah kadaluwarsa di September 2013 yang dikeluarkan Fauzi di 2012 untuk pulau F, G, I, dan K.

Pada 23 Desember 2014, Ahok menerbitkan izin pelaksanaan untuk Pulau G untuk anak perusahaan Agung Podomoro Land, PT Muara Wisesa Samudra. Saat itu Ahok kurang dari sebulan resmi menjabat sebagai gubernur; ia dilantik pada 19 November 2014.

Di bulan April 2015, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti meminta Pemda DKI untuk menghentikan reklamasi dengan alasan itu adalah wewenang pemerintah pusat. Pemda DKI menanggapi dengan mengatakan bahwa reklamasi 17 pulau bukanlah bagian dari NCICD, dengan demikian merupakan wewenang pemda sesuai dengan Keppres 1995 mengenai reklamasi Teluk Jakarta.

ReklamasijakartaDi bulan September 2015, Koalisi Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menggugat pemda DKI karena telah menerbitkan izin untuk Pulau G untuk Pluit City di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Nelayan mengatakan reklamasi telah mengancam wilayah mereka mencari nafkah sehingga mereka harus berlayar lebih jauh. Beberapa nelayan juga bersaksi telah melihat lumpur mengambang di sekitar wilayah pembangunan Pulau G.

Bulan Oktober dan November Ahok menerbitkan empat izin pelaksanaan untuk pulau F, H, I, dan K untuk PT Jakarta Propertindo, anak perusahaan Intiland Tbk, PT Taman Harapan Indah, anak perusahaan tak langsung Agung Podomoro PT Jaladri Kartika Pakci yang bermitra dengan PT Pembangunan Jaya Ancol (PJA), dan Pulau K untuk PJA.

Pada 23 November 2015, Pemda DKI mengirimkan dua rancangan peraturan daerah tentang zonasi reklamasi dan pulau-pulau kecil di utara Jakarta dan rencana tata ruang kawasan strategis reklamasi ke Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Pemda DKI mengatakan, reklamasi penting untuk pembangunan waterfront city di Jakarta.  -rmn

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.