WAG, Info dan Budaya Copas Politik dan Kucing Hitam

0
150

AENDRA MEDITA *)

Pagi ini saya dikagetkan saat buka jendela ruang kerja , ada kucing hitam menatap tajam, sayang sekali kucing itu beranjak lalu pergi saat jendela pintu makin lebar saya buka.

Kebiasaan saya adalah membuka jendela pagi sangatlah indah, lalu saya buka Whatsapp saat rineh (basa sunda: luang), terkadang sedikit berkomentar, meski bukan komentar yang dalam dan tajam, dan malah jauh dari analysis kaum intelek. Saya menganggap Whatsapp atau Whatsapp Group (WAG) memang ada banyak informasi cepat, secepat media massa bahkan.

Sudah lama memang saya ingin menuliskan fenomena WAG ini. WAG ini banyak manfaat atau tidak?

Atau paling tidak Whatsapp ini telah banyak membunuh korban komunikasi yang luas yang sema berjaya di massanya yaitu SMS. SMS memang tak mati total, namun harus diakui terkadang SMS saat ini dilirik sebelah mata, karena malas jawab atau bahkan tak ada pulsa atau males saja utamannya.

Sementara Whatsapp tanpa pulsa tentu dengan ada kuota, atau pakai jalur WIFI. Teknologi adalah langkah baru membuka inovasi kedepan dan mengurung atau bahkan menjadikan barang antik setelahnya juga tak menutup kemungkinan menjadi vintage atau hanya catatan sejarah yang lewat.

Kembali ke WAG, WAG ini membuka ruang baru dan cepat berputar tanpa garis pembatas. Jika ada orang tergabung maka WAG semua bisa mengkonsumsi informasi di WAG tersebut dengan cepat. Gambar, video, teks, bahkan sekadar MEME ada di WAG. WAG dibuat dengan mudah dan cepat. kadang juga ada info dulu semisal “Kami akan segera membuka sebuah Whatsapp Group dengan nama “XXXXXX” Sekarang mengundang Anda. Jika ya silakan gabung. dst, dst. Di WAG yang rame kali ini soal menanti putusan MK.

WAG & Copas Politik

Situasi saat ini adalah majemuk bahkan paradoks menurut saya ini terbaca dalam WAG. WAG membuka tabir semua kecemasan dan kondisi, politik, ekonomi, dan bahkan isu aktual di masyarakat menyebar cepat dari WAG.

Jika kata Asseal (1998) Faktor situasional adalah kondisi sesaat yang muncul pada tempat dan waktu tertentu, kemunculanya terpisah dari diri produk maupun konsumen. Konsumen saat ini memang merespon kemunculan produk apa lagi dalam komunikasi besar yang cepat informasinya. Maka WA adalah yang sementara ini paling depan. Sementara jika di korelasikan dengan politik, maka politik adalah elemen yang semuanya bisa terkandung dalam ramuan yang ada.

Konteks kekinian semua bisa di asumsikan ke dalam politik, meski pun politik yang mana dulu. Karena budaya politik adalah suatu sistem kepercayaan empirik, simbol-simbol ekspresif dan nilai-nilai yang menegaskan suatu situasi maka peran politik memang cenderung paling dominan dalam negara.

Saya kenal dengan teman saya yang a-politik dulunya dan tak mau bicara politik. Eh saat ini di WAG teman saya ini bicara politiknya paling lantang. Bahkan berani dan analysisnya cerdas. Pikiran dia genial dan tajam menukik pandangannya, komentarnya jernih berani mengomentari WAG yang sering Copas alias Copy Paste informasi. Ini yang terjadi saat ini yang soal MK. Putusan MK maksudnya.

Budaya Copas ini menjadikan ada kecerdasan yang menipu namun terselubung. Ada juga kebodohan yang baku. Artinya tak bisa mikir dengan pola gayanya yang Copas, yang seperti ini tak lama kalau cerdas, karena dia harus menunggu copy lain yang baru di paste.

Di WAG ribuan bahkan ratusan ribu copas berseliweran. Dan bahkan yang benar menjadi seolah dipertanyakan, dan yang salah tololnya saat ini dibenarkan.

Fenomena lain terjadi adalah mengoreng Copas ini menjadi viral dengan asumsi bahwa itu benar padahal kibul yang dikemas, tujuannya tak tahu, apakan ingin menutup isu yang nyata atau menimbulkan kegaduhan saja sehingga makna yang riil kekinian terabaikan.

Bahkan seorang CEO di sebuah perbankan WA kepada saya bunyinya, “Kang mau dibawa kemana informasi saat ini?” Ini mungkin akibat dia melihat share foto itu. Saya hanya menjawab: “Kita saksikan saja mau kemana arahnya kedepan, kita jadi penyaksi saja,” jawab saya. Dan dia pun kirim simbol jempol.

Kisah lainnya seorang aktivis dari angkatan 98 tak perlu saya tulis kelompoknya, karena 98 ini banyak label. Ia berseloroh, bahwa saat ini semua gerakan berubah, tidak ke jalan tidak ke Istana, bahkan tidak ke DPR. Saat ini semua di ranah Medsos.

Saya menilik kisahnya, benar juga tapi masa ia mahasiswa dan aktivias sudah mati kutu?

Atau lupa bahwa perjuangan 98 yang meruntuhkan Orba bukannya ke jalan? Tapi saya sadar, rejim saat ini memang takutnya sama medsos rupanya, dan padahal sukses sebagai peraih medsos dengan banyak timnya yang sering diajak maksi di Istana seleb medsosnya.

Isu besar medsos akan ditutup sempat gaduh. Bahkan bisa di cek yang kena kasus kebencian lewat medsos sudah banyak. Ada juga karena yang lapor soal kebencian yang lapor malah jadi tersangka. belum lagi chat palsu yang rekayasanya sehingga sulit membuktikan karena WAG tidak bisa disadap selain di Capture saja. Hmm.

Akhinya saya tutup tulisan ini bagwa WAG adalah informasi cepat. Dan WAG politik memang paling gurih di goreng meski tanpa sambal pedas sekalipun. Sehingga saat saya pun sudah balik lagi ke rumah eh ternayata si kucing hitam itu ada lagi dan saat ini ia hadir tidak tajam lagi matanya dalam menatap ia hanya menjadi meong dan rupanya ia lapar.

Kebagusan RAGUNAN, JAKARTA

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.