Perwakilan Petisi 100 dan Front-PDR mengajukan Amicus Curiae ke MK

0
39

Perwakilan Petisi 100 dan Front-PDR mengajukan Amicus Curiae ke MK

PRIBUMINEWS.CO.ID – Sebanyak delapan perwakilan dari Petisi 100 dan Front Penegak Daulat Rakyat (F-PDR) mengajukan diri sebagai Amicus Curiae atau Sahabat Pengadilan, kepada Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis, 18/4/2024.

Pengajuan Amicus Curiae ke MK untuk Perkara No.1 dan No.2/PHPU.PRESXXII/2024.

Mereka adalah Jenderal (Purn) TNI Tyasno Sudarto (mantan Kepala Staf TNIAD), Dr. Marwan Batubara (Mantan Senator/Anggota DPD RI Utusan Jakarta), Letjen Mar. (Purn) TNI Soeharto (mantan komandan Marinir), Mayjen (Purn) TNI Soenarko (mantan Danjen Kopassus); HM Mursalin (Presiden KISDI); Dindin Maolani SH (praktisi hukum), Rizal Fadillah SH (pemerhati Politik dan kebangsaan) dan Syafril Sjofyan (aktivis).

“Kami mengambil langkah ini karena cinta kepada NKRI, dan ingin negara kita ini terjaga eksistensinya, termasuk sistem yang berlaku di dalamnya, yakni sistem demokrasi, demi menuju Indonesia Emas tahun 2045”, kata Marwan Batubara kepada wartawan di Ged MK.

“Kami melihat dalam hampir 10 tahun ini demokrasi yang direngkuh dengan menggulingkan Orde Baru dan menggulirkan Orde Reformasi, dikorupsi dengan kebijakan-kebijakan yang mengarah untuk kembali kepada sistem otoriterianisme yang berlaku pada era Orde Baru,” tambahnya.

Ia sebutkan puncak pengkhianatan terhadap Reformasi itu adalah didesainnya penyelenggaraan Pilpres 2024 demi melanggengkan kekuasaan dengan disertai pembangunan dinasti politik yang para personelnya akan didudukkan pada posisi-posisi strategis di pemerintahan pusat maupun daerah.

Delapan perwakilan Petisi 100 dan Front-PDR meng rasa khawatir jika politik dinasti itu selesai dibangun dengan sempurna, maka Indonesia bisa saja menjadi “negara monarki” dengan penerapan sistem pemerintahan otoriterianisme sebagaimana halnya di era Orde Baru.

Menurut mereka Mahkamah Konstitusi kini pada posisi yang sangat strategis karena desain Pilpres 2024 yang melahirkan kecurangam secara terstruktur, sistematis dan masif (TSM) untuk memenangkan Paslon 02, karena Cawapres 02 adalah anak sulung sang pembangun dinasti politik (Presiden Jokowi).

Berdasarkan Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 juga Pasal 10 ayat (1) UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK juncto Pasal 29 ayat (1) huruf d UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman harus menangani perkara sengketa Pilpres 2024 yang dimohonkan Paslon 01 Anies-Muhaimin (AMIN) dan Paslon 03 Ganjar-Mahfud yang merasa dirugikan atas kecurangan itu.

Namun kata Marwan, sebagaimana diketahui, terbitnya putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang menjadi landasan bagi putra sulung Presiden Joko Widodo, yakni Gibran Rakabuming Raka, untuk menjadi Cawapres, mengindikasikan bahwa MK dalam posisi yang tidak steril, bahkan terindikasi telah dikooptasi atau diintervensi demi pelanggengan kekuasaan yang berpotensi membuat Indonesia berubah menjadi negara dengan sistem monarki atau otoriterianisme, atau kombinasi keduanya.

“Sebagai putra-putra bangsa yang cinta Tanah Air, kami menolak Indonesia dibawa jauh mundur ke belakang setelah Orde Baru ditumbangkan pada tahun 1998,” tandas mereka.

Karena itu, kami mengajukan diri menjadi Amicus Curiae (Sahabat Pengadilan) demi menjaga Marwah MK sebagai the Guardians of Constitution, dan demi memberikan dukungan moril, semangat dan keberanian untuk melawan intervensi dan kooptasi kekuasaan.

Sehingga MK dapat membuat putusan yang adil, sesuai hati nurani dan mengedepankan kepentingan seluruh anak bangsa dan negara, bukan untuk kepentingan segelintir atau sekelompok orang.

Kami bersama para akademisi, tokoh nasional, mahasiswa, dan ulama yang juga mengajukan diri menjadi Amicus Curiae, akan mengawal MK, mendukung independensi MK, memberikan masukan-masukan, dan hal-hal penting lainnya.

Kecurangan Pilpres yang hanya melahirkan pemimpin yang tidak amanah, maka harus dihentikan. NKRI harus diselamatkan. Kami berdiri bersama MK, berjuang bersama MK, demi Indonesia yang lebih baik ke depannya.

“Karena itu, kami juga memohon Majelis Hakim MK mempertimbangkan kecurangan TSM dalam permohonan Paslon 01 dan 03 mengingat dalam mencari kebenaran dan keadilan yang hakiki, Peradilan harus mempertimbangkan teori hukum Causa Litet (sebab akibat dari munculnya perbuatan melawan hukum). Proses (kecurangan TSM) sebagai SEBAB tidak bisa dipisahkan dengan AKIBAT yaitu adanya perubahan atau perbedaan suara perolehan,” jelasnya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.